Saturday, 19 September 2015

Report Book








REPORT BOOK
“CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN)”
MATA KULIAH : PENGANTAR MANAJEMEN







DISUSUN OLEH
NAMA       : ISMAH PRATIWI
NIM           : 7133141041
KELAS     : E REGULER



JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN



Kata Pengantar

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan ridhoNya saya dapat menyelesaikan tugas report book mengenai “Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan)” ini. Saya  juga berterimakasih kepada ibu dosen yang telah memberikan bimbingannya dalam penyelesaian tugas ini.
Dalam tugas ini saya memaparkan mengenai Tanggung Jawab Perusahaan dan Etika Bisnis, Perkembangan Corporate Social Responsibility, Manajemen Para Pemangku Kepentingan, Corporate Social Responsiveness, Corporate Citizenship, Corporate Social Performance, Corporate Governance, Perencanaan,Implementasi dan Evaluasi Program CSR, Pelaporan Program CSR, Pelaksanaan CSR : Konteks Indonesia.
Saya menyadari bahwa didalam tugas ini masih banyak kekurangan oleh sebab itu saya meminta maaf apabila terdapat kata, penjelasan, dan hal-hal lain yang tak berkenan atau masih kurang sempurna. Akhir kata saya ucapkan terima kasih . Semoga dapat bermanfaat bagi yang membacanya.



Medan,   Mei 2014


                                                                                                               Ismah Pratiwi


BAB I
PENDAHULUAN

Sekitar 50 tahun yang lalu, H.R. Bowen berpendapat bahwa para pelaku bisnis memiliki kewajiban untuk mengupayakan suatu kebijakan serta membuat keputusan atau melaksanakan berbagai tindakan yang sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai masyarakat (Wartrick dan Cochran,1985). Pendapat Bowen tersebut telah memberikan kerangka dasar bagi pengembangan konsep tanggung jawab sosial (social responsibility).
Sebagaimana ditekankan oleh Bowen, kewajiban atau tanggung jawab sosial dari perusahaan bersandar kepada keselarasan dengan tujuan (objectives) dan nilai-nilai (values) dari masyarakat. Kedua hal yang telah disebutkan oleh Bowen yakni keselarasan dengan tujuan dan nilai-nilai masyarakat merupakan dua premis dasar tanggung jawab sosial.
Premis pertama, perusahaan bisa mewujud dalam suatu masyarakat karena adanya dukungan dari masyarakat. Oleh sebab itu, perilaku perusahaan dan cara yang digunakan perusahaan saat menjalankan bisnis harus berada dalam bingkai pedoman yang ditetapkan masyarakat. Dalam hal ini, seperti halnya pemerintah, perusahaan memiliki kontrak sosial yang berisi sejumlah hak dan kewajiban. Kontrak sosial itu akan mengalami perubahan sejalan dengan perubahan kondisi masyarakat. Namun, apapun perubahan yang terjadi, kontrak sosial tersebut tetaplah merupakan dasar bagi legitimasi bisnis. Kontrak sosial ini pula yang akan menjadi wahana bagi perusahaan untuk menyesuaikan berbagai tujuan perusahaan dengan tujuan-tujuan masyarakat yang pelaksanaannya dimanifestasikan dalam bentuk tanggung jawab perusahaan. Premis kedua, bahwa pelaku bisnis bertindak sebagai agen moral dalam suatu masyarakat. Pembuatan keputusan yang dilakukan oleh pimpinan dengan posisi puncak di perusahaan senantiasa melibatkan pertimbangan nilai atau mencerminkan nilai-nilai yang dimiliki oleh manajemen puncak. Oleh sebab itu, agar terjadi keselarasan antara nilai yang dimiliki perusahaan dengan nilai yang dimiliki masyarakat, perusahaan harus berperilaku sesuai dengan nilai-nilai masyarakat. Premis kedua ini memuat dimensi etika dari tanggung jawab sosial.


BAB II
PEMBAHASAN
Identitas Buku









Judul buku                  : Corporate Social Responsibility :  from Charity to Sustainability
Penulis                         : Ismail Solihin
Penerbit                       : Salemba Empat
Tahun Terbit                : 2009
Kota Terbit                  : Jakarta
Tebal Buku                  : 216 halaman
Ukuran                        : 15,5 x 24 cm
ISBN                           : 978-979-061-038-5


A.           Tanggung Jawab Perusahaan dan Etika Bisnis
Dalam buku ini terdapat beberapa definisi mengenai tanggung jawab sosial perusahaan menurut para ahli yaitu salah satunya menurut Friedman, tanggung jawab sosial perusahaan adalah menjalankan bisnis sesuai dengan keinginan pemilik perusahaan yaitu dengan memaksimalkan laba. Bahkan Friedman memandang  para manajer yang memiliki pendapat bahwa pimpinan perusahaan memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat secara luas merupakan  manajer yang tidak sejalan dengan keinginan pemegang saham. Dengan demikian Friedman menyimpulkan bahwa jika perusahaan menggunakan retorika CSR, maka konsepsi CSR tersebut harus diartikan sebagai salah satu strategi perusahaan untuk memaksimalkan laba.
Corporate Social Responsibility merupakan salah satu dari beberapa tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan (stakeholders). Ada 2 kategori stakeholders yaitu :
Ø   Inside stakeholders misalnya pemegang saham, manajer, dan karyawan
Ø   Outside stakeholders misalnya pelanggan, pemerintah, masyarakat lokal dan umum
Menurut Post (2002:69) ada 3 jenis tanggung jawab yaitu :
Ø   Economic Responsibility, yaitu perusahaan harus bertanggung jawab dalam hal ekonomi kepada para pemegang saham (pembagian laba) dan para kreditor (pembayaran cicilan pinjaman dan bunga pinjaman).
Ø   Legal Responsibility, yaitu dalam hal ini perusahaan harus mematuhi berbagai peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pemerintah ataupun para penegak hukum.
Ø   Social Responsibility, yaitu kegiatan CSR harus merupakan komitmen perusahaan yang secara sukarela untuk turut meningkatkan kesejahteraan komunitas namun sangat tidak tepat apabila CSR yang dilakukan oleh perusahaan hanya menjadi semacam kosmetik untuk menyembunyikan praktik perusahaan yang tidak baik.
Etika bisnis merupakan penerapan etika secara umum terhadap perilaku bisnis atau lebih khusus lagi makna etika bisnis menunjukkan perilaku etis maupun tidak etis yang dilakukan manajer dan karyawan dari suatu organisasi perusahaan (Griffin dan Ebert, 1999:82)
B.            Perkembangan Corporate Social Responsibility
Menurut Robbins dan Coulter (2003: 123), perkembangan CSR ada 4 tahap yaitu : Tahap pertama perusahaan memiliki pandangan bahwa mereka tidak memiliki tanggung jawab sosial kepada masyarakat secara luas. Tahap kedua, perusahaan mulai mengembangkan CSR nya kepada pekerja. Tahap ketiga, perusahaan mulai mengembangkan CSR kepada masyarakat setempat yang terkena dampak langsung oleh operasional perusahaan. Tahap keempat, perusahaan tidak hanya mengembangkan CSR kepada masyarakat setempat melainkan mencakup masyarakat luas, pada tahap ini para manajer telah merasa bertanggung jawab untuk melakukan kebajikan kepada publik.
Terdapat tiga periode penting dalam perkembangan CSR didunia yaitu :
Ø   Perkembangan awal konsep CSR di era tahun 1950-1960an.
Konsep awal CSR dikemukakan oleh Howard R. Bowen. Pada saat itu pemimpin perusahaan mengindahkan prinsip derma (charity principle) yang berarti pemberian yang sebagian besar berasal dari kesadaran pribadi pemimpin perusahaan untuk berbuat sesuatu kepada masyarakat baik yang didorong karena keyakinan keagamaan maupun dengan motif lainnya. Dan prinsip perwalian (stewardship principle) yang berarti perusahaan telah dipercaya oleh masyarakat sebagai wali untuk mengelola sumber daya.
Ø   Perkembangan konsep CSR periode tahun 1970-1980an.
Pada periode ini Commite for Economic Development (CED) yang dibentuk oleh Amerika membagi tanggung jawab sosial perusahaan kedalam tiga lingkaran yaitu Lingkaran Tanggung Jawab Terdalam yang mencakup tanggung jawab perusahaan untuk melaksanakan fungsi ekonomi yang berkaitan dengan produksi serta pertumbuhan ekonomi. Lingkaran Tanggung Jawab Pertengahan yang mencakup tanggung jawab untuk melaksanakan fungsi ekonomi yang memiliki kepekaan kesadaran terhadap perubahan nilai-nilai dan prioritas-prioritas sosial. Lingkaran Tanggung Jawab Terluar yaitu mencakup kewajiban perusahaan untuk lebih aktif dalam meningkatkan kualitas lingkungan sosial.
Pada periode ini juga Carrol (1979) menyatakan bahwa komponen tanggung jawab sosial perusahaan dibagi kedalam empat kategori yaitu economic responsibilities, ethical responsibilities, legal responsibilities, discretionary responsibilities atau disebut dengan Corporate Social Performance (CSP).
Ø   Perkembangan konsep CSR periode tahun 1990-an sampai saat ini.
Pada awal periode ini The Bruntland Comission mengenalkan konsep Sustainability Development bahwa konsep ini dibangun atas tiga pilar yaitu sosial, ekonomi, dan lingkungan. Ini berarti bahwa dibentuk untuk mencermati dampak kerusakan lingkungan hidup dan sumber daya alam terhadap ekonomi dan pembangunan sosial.


C.           Manajemen Para Pemangku Kepentingan

Dill (Bourgeois,1980) menyatakan bahwa lingkungan perusahaan ada 2 kategori yaitu : (1) lingkungan umum (general environment) yaitu terdiri atas berbagai kekuatan di lingkungan perusahaan yang akan mempengaruhi perusahaan didalam merumuskan strategi korporasi. (2) lingkungan tugas (task environment) yaitu terdiri atas berbagai kekuatan yang dapat mempengaruhi perusahaan dalam merumuskan tingkat bisnisnya.
Duncan (Tung, 1979:673) menyatakan bahwa ada 2 kategori lingkungan perusahaan yaitu : (1) lingkungan eksternal, yang terdiri atas berbagai kekuatan diluar organisasi perusahaan seperti pesaing, pemasok, kebijakan pemerintah, kondisi perekonomian dan politik. (2) lingkungan internal, yang terdiri atas berbagai kekuatan didalam organisasi perusahaan seperti tujuan, strategi, proses bisnis internal, SDM yang dimiliki perusahaan.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan pemangku kepentingan adalah kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan mereka yang dipengaruhi oleh kegiatan perusahaan pada saat perusahaan mengejar tujuannya. Yang termasuk dalam pemangku kepentingan yaitu kelompok kepentingan publik, kelompok yang melakukan aktivitas protes, pegawai pemerintah, asosiasi perdagangan, pesaing, serikat pekerja dan karyawan, pelanggan, serta pemegang saham.
Berman, Wicks, Kotha, dan Jones (1999:488-494) mengidentifikasikan 2 model dalam manajemen para pemangku kepentingan yaitu : (1) strategic stakeholders management model, yaitu didasari oleh suatu asumsi bahwa tujuan paling akhir dari suatu korporasi adalah keberhasilannya di pasar sehingga perusahaan harus mengelola para pemangku kepentingan sebagai bagian dari lingkungan perusahaan untuk memastikan agar perusahaan memperoleh pendapatan dan laba sesuai dengan target yang telah ditentukan. (2) intrinsic stakeholders commitment model, yaitu bahwa perusahaan menetapkan prinsip-prinsip moral tertentu yang bersifat sangat mendasar dan bukan mendasarkan keinginan perusahaan untuk memanfaatkan para pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan perusahaan yakni maksimalisasi laba.
Menurut Fotler et al. (1989: 527) langkah-langkah penerapan manajemen para pemangku kepentingan ada 3 yaitu :
Ø   Identifikasi Para Pemangku Kepentingan, ada 3 jenis para pemangku kepentingan yaitu internal stakeholders, interface stakeholders, dan external stakeholders.
Ø   Menetapkan Pemangku Kepentingan yang Relevan dalam Pembuatan Strategi.
Ø   Perumusan Kebijakan Dan Strategi Manajemen Para Pemangku Kepentingan.
Potensi ancaman maupun kerjasama yang ditunjukkan para pemangku kepentingan terhadap organisasi/perusahaan sangat dipengaruhi oleh tingkat ketergantungan suatu pihak terhadap pihak lain. Tipe pemangku kepentingan berdasarkan potensi ancaman dan kerjasama ada 4 tipe yaitu :
Ø   The Supportive Stakeholders, yaitu pemangku kepentingan yang mendukung berbagai tujuan dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan.
Ø   The Marginal Stakeholders, yaitu pemangku kepentingan yang memiliki potensi ancaman dan potensi kerja sama yang rendah.
Ø   The Nonsupportive Stakeholders, yaitu pemangku kepentingan yang paling memberi tekanan terhadap organisasi/perusahaan.
Ø   The Mixed Blessing Stakeholders, yaitu pemangku kepentingan yang memiliki potensi ancaman tinggi terhadap perusahaan tetapi juga memiliki potensi kerja sama yang tinggi.

D.           Corporate Social Responsiveness
Frederick (1994 :154) mendefinisikan bahwa corporate social responsiveness menunjukkan kapasitas suatu korporasi dalam memberikan respon terhadap tekanan sosial. Tindakan yang nyata sebagai suatu tanggapan atau untuk memperoleh bentuk tanggapan secara umum bagi masyarakat merupakan fokus dari konsep corporate social responsiveness.
Carrol (1979) menganggap bahwa konsep corporate social responsiveness sebagai perbaikan dan melengkapi dari konsep CSR lebih logis karena perusahaan bisa saja bertindak sangat responsive untuk menanggapi suatu isu sosial tetapi tanpa adanya rambu-rambu etika dan moral yang dinyatakan dalam konsep CSR, tanggapan yang dilakukan perusahaan tersebut bisa jadi sangat tidak bertanggung jawab secara moral.
Berikut perbedaan antara Social Responsibility dengan Social Responsiveness :

Social Responsibility
Social Responsiveness
Pertimbangan Utama
Etis
Pragmatis
Unit Analisis
Masyarakat
Perusahaan
Fokus
Akhir
Alat
Tekanan
Obligasi
Respons
Peraturan Perusahaan
Agen Moral
Produsen Barang Dan Jasa
Kerangka Kerja Keputusan
Jangka Panjang
Jangka Pendek Dan Menengah

Tahap-Tahap Corporate Social Responsiveness yaitu :
Ø   Tahap Kebijakan (Policy Stage), pada tahap awal ini yaitu bagaimana perusahaan membuat kebijakan untuk menghadapi suatu isu sosial.
Ø   Tahap Belajar (Learning Stage), pada tahap ini perusahaan membutuhkan dua tahap belajar yaitu specialized learning atau technical learning dan administrative Learning.
Ø   Tahap Komitmen Organisasi (The Organizational Comitment Stage), pada tahap ini perusahaan telah melakukan internalisasi terhadap bernagai masakah social yang ada di lingkungan perusahaan dengan menjadikan masalah social yang ada di lingkungan perusahaan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan perusahaan.
Menurur Beliveau et al, ada tiga perspektif pendekatan yang dapat menerangkan fenomena corporate social responsiveness yaitu : (1) Perspektif Institusional, dilakukan ketika institusi perusahaan dan para manajer yang mengelolanya mengalami kesesuaiandengan lingkungan perusahaan atau secara lebih spesifik dengan jarring-jaring hubungan social yang melingkupi perusahaan. (2) Perspektif Ekonomi, yaitu bahwa aktivitas corporate social responsiveness sangat berhubungan erat dengan keuangan perusahaan. Perusahaan yang tidak mendapatkan aliran dana masuk yang cukup dari perusahaan maka tidak akan memiliki modal yang memadai untuk melaksanakan aktivitas corporate social responsiveness. (3) Perspektif Reputasi Manajerial, keterlibatan manajer dalam kegiatan corporate social responsiveness akan turut meningkatkan reputasi manajer di mata publik.

E.            Corporate Citizenship

Menurut Wood et al bahwa pada dasarnya konsep corporate citizenship merupakan mekanisme untuk menyeimbangkan orientasi nilai perusahaan dari orientasi nilai yang lebih bersifat self interest menjadi orientasi nilai yang memperhatikan pula kepentingan publik (sebelumnya menjadi domain bagi kegiatan pemerintah semata-mata.). Sebagai salah satu ciri penting dari kegiatan ini yaitu adanya bentuk keterlibatan perusahaan dalam berbagai masalah komunitas, dimana salah satu tujuan keterlibatan perusahaan dalam masalah komunitas tersebut adalah untuk melakukan pengembangan ekonomi masyarakat.
Parsons menjelaskan bahwa ada 4 institusi yang mempengaruhi pelaksanaan corporate citizenship yaitu : institusi ekonomi (tingkat persaingan usaha), institusi politik (peraturan-peraturan disuatu Negara), institusi sosial (lingkungan para pemangku kepentingan), institusi budaya (nilai-nilai masyarakat). Secara institusional, pelaksanaan corporate citizenship sangat ditentukan oleh lingkungan eksternal perusahaan yang akan mendukung atau menghalangi program tanggung jawab sosial perusahaan maupun kebijakan perusahaan mengenai keberlangsungan operasi perusahaan.
Davenport (2000) menyatakan bahwa ada tiga aspek yang menjadi ciri suatu usaha dapat dikategorikan sebagai good corporate citizenship yaitu : (1) Perilaku bisnis yang etis, (2) Komitmen kepada para pemangku kepentingan, (3) Komitmen terhadap lingkungan hidup.
Menurut Logsdon dan Wood (2005), global corporate citizenship adalah perusahaan multinasional yang memiliki tanggung jawab mengimplesentasikan kewajibannya bagi berbagai individu dan masyarakat yang berada didalam maupun diluar batas Negara dan lintas budaya. Atribut dalam global corporate citizenship ada 3 yaitu :
Ø   Orientation, yaitu kepada siapa nilai-nilai dan prinsip ini diterapkan.
Ø   Implementation, yaitu menjelaskan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh karyawan , kewajiban yang dimiliki perusahaan, dan bagaimana perusahaan menyelesaikan suatu permasalahan bila masalah tersebut timbul.
Ø   Akuntabilitas, yaitu menunjukkan kewajiban perusahaan untuk menyajikan informasi yang akurat dan relevan mengenai pelaksanaan global corporate citizenship kepada berbagai pihak yang dianggap memilik hak untuk mengetahui informasi tersebut.



F.            Corporate Social Performance

Menurut Wood (1991), CSP adalah suatu konfigurasi prinsip-prinsip tanggung jawab sosial, proses social responsiveness serta berbagai kebijakan, program, dan hasil-hasil yang bias diobservasi sebagai hasil dari hubungan social yang dilakukan perusahaan.
Menurut Wood, dimensi model Corporate Social Performance ada 3 yaitu : principle of corporate social responsibility, process of corporate social responsiveness, dan outcomes of corporate behavior (hasil perilaku perusahaan).


BAB VII : Corporate Governance

Corporate governance adalah suatu system untuk mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Struktur corporate governance menetapkan distribusi hak dan kewajiban diantara berbagai pihak yang terlibat dalam suatu korporasi seperti dewan direksi, para manajer, para pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya.
Menurut Becht et al (2002), terdapat 6 alasan yang mendorong Good Corporate Governance yaitu :
Ø   Munculnya gelombang privatisasi di seluruh dunia.
Ø   Reformasi dana pensiun.
Ø   Merger dan pengambilalihan perusahaan.
Ø   Deregulasi dan integrasi pasar modal.
Ø   Krisis ekonomi Asia Timur, Rusia, dan Brasil.
Ø   Berbagai skandal yang menimpa perusahaan besar.
Menurut Tim Studi Pengkajian Prinsip-Prinsip OECD 2004 (2006:10-11) bahwa terdapat dua teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan konsep corporate governance yaitu :
Ø   Stewardship theory, memandang manajemen sebagai pihak yang dapat dipercaya untuk bertindak sebaik-baiknya bagi kepentingan public pada umumnya dan para pemangku kepentingan khususnya.
Ø   Agency theory, memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai agen bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham sebagaimana diasumsikan dalam stewardship theory.
Terdapat tiga model dalam corporate governance yaitu :
Ø   Traditional model, yaitu suatu perusahaan didasarkan atas hak kepemilikan, adanya pemegang saham sebagai pemegang kendali atas perusahaan.
Ø   Co-determination model, yaitu modal (yang berasal dari pemegang saham) dan tenaga kerja sama-sama berperan dalm corporate governance
Ø   Stakeholder model, yaitu adanya pihak lain dalam masyarakat yang merupakan tanggung jawab perusahaan jika operasi perusahaan memiliki dampak terhadap pihak tersebut.
Prinsip-prinsip corporate governance  yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, indenpendensi, serta kewajaran dan kesetaraan. Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan corporate governance yaitu :
Ø   Faktor eksternal, seperti lemahnya regulasi yang mengatur corporate governance.
Ø   Faktor internal, yaitu adanya konflik kepentingan antara kepentingan direksi dan manajer perusahaan sebagai agent dari pemegang saham dengan kepentingan para pemegang saham.
Bentuk-bentuk kepentingan pribadi direksi dan manajer yang dapat mengakibatkan kegagalan penerapan corporate governance yaitu :
Ø   Maximizing growth not earnings, bahwa para pemegang saham pada umumnya ingin melakukan maksimalisasi earnings, sedangkan para manajer pada umumnya ingin maksimalisasi ukuran perusahaan.
Ø   Diversifying risk, yaitu para pemegang saham menginginkan portofolio saham yang akan menghasilkan profil risiko atau pengembalian tertentu.
Ø   Managerial entrenchment, yaitu manajer sering kali melakukan pengembangan usaha yang dianggap sesuai dengan latar belakang keahlian yang mereka miliki sehingga akan menjadikan pengelolaan perusahaan menjadi tidak optimal.
Ø   Managerial enrichment, yaitu manajer memiliki peluang untuk hanya memperhatikan kepentingannya sendiri dan memperkaya diri sendiri serta mengabaikan maksimalisasi laba bagi pemegang saham karena adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan.





BAB VIII : Perencanaan, Implementasi, Dan Evaluasi Program CSR

Perencanaan merupakan awal kegiatan penetapan dari berbagai hasil akhir yang ingin dicapai oleh perusahaan yang meliputi strategi, kebijakan, prosedur, program, dan anggaran yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Kotler dan Lee (2006) menyebutkan ada enam kategori program CSR yaitu :
Ø   Cause Promotion, dalam program ini perusahaan menyediakan dana atau sumber daya lainnya yang dimiliki perusahaan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap suatu masalah social atau untuk mendukung pengumpulan dana, partisipasi dari masyarakat, atau perekrutan tenaga sukarela untuk suatu kegiatan tertentu.
Ø   Cause Related Marketing, dalam program ini perusahaan memiliki komitmen untuk menyumbangkan persentase tertentu dari penghasilannya untuk suatu kegiatan social berdasarkan besarnya penjualan produk.
Ø   Corporate social marketing, dalam program ini perusahaan mengembangkan dan melaksanakan kampanye untuk mengubah perilaku masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesehatan dan keselamatan publik, menjaga kelestarian lingkungan hidup, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ø   Corporate philantrophy, dalam program ini perusahaan memberikan sumbangan langsung dalam bentuk derma untuk kalangan masyarakat tertentu.
Ø   Community Voulunteering, dalam program ini perusahaan mendukung serta mendorong para karyawan, para pemegang franchise atau rekan pedagang eceran untuk menyisihkan waktu mereka secara sukarela guna membantu organisasi-organisasi masyarakat local maupun masyarakat yang menjadi sasaran program.
Ø   Socially Responsible Business Practice, dalam program ini perusahaan melaksanakan aktivitas bisnis melampaui aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum serta melaksanakan investasi yang mendukung kegiatan social dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan komunitas dan memelihara lingkungan hidup.
Pelaksanaan program CSR melibatkan beberapa pihak yaitu perusahaan, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, tokoh-tokoh masyarakat, serta calon penerima manfaat CSR. Beberapa kondisi yang akan menjamin terlaksananya implementasi program CSR dengan baik yaitu :
Ø   Kondisi pertama, implementasi CSR memperoleh persetujuan dan dukungan dari para pihak yang terlibat.
Ø   Kondisi kedua, ditetapkannya pola hubungan diantara pihak-pihak yang terlibat secara jelas.
Ø   Kondisi ketiga, adanya pengelolaan program yang baik.
Pengawasan dan evaluasi CSR diperlukan untuk mengetahui sudah sejauh mana pencapaian tujuan program serta apakah terdapat penyimpangan yang membutuhkan tindakan koreksi.


BAB IX : Pelaporan Program CSR

Jenis dampak operasi perusahaan yaitu :
Ø  Dampak ekonomi, GRI mengelompokkan dua jenis dampak ekonomi yaitu dampak ekonomi langsung (perubahan potensi produktif dari kegiatan ekonomi yang dapat mempengaruhi kesejahteraan komunitas dan prospek pembangunan dalam jangka panjang) dan dampak ekonomi tidak langsung (konsekuensi tambahan yang muncul sebagai akibat pengaruh langsung transaksi keuangan dan aliran uang antara organisasi dan para pemangku kepentingannya.
Ø  Dampak Lingkungan, GRI menyatakan dampak operasi perusahaan terhadap lingkungan menjadi 3 struktur yaitu yang diakibatkan oleh pemakaian input produksi (energi, air, dan material), output produksi (emisi, dan limbah), dan yang diakibatkan oleh perusahaan (transportasi serta produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan yang memberikan dampak lanjutan terhadap lingkungan.
Ø  Dampak Sosial, yakni hak asasi manusia (human rights), tenaga kerja (labor), masyarakat (society), serta tanggung jawab produk (product responsibility).

BAB X : Pelaksanaan CSR : Konteks Indonesia
Perkembangan CSR untuk konteks Indonesia dapat dilihat dari dua perspektif yaitu :
Ø   Pelaksanaan CSR memang merupakan praktik bisnis secara sukarela artinya pelaksanaan CSR lebih banyak berasal dari inisiatif perusahaan dan bukan merupakan aktivitas yang dituntut untuk dilakukan perusahaan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
Ø   Pelaksanaan CSR bukan lagi discretionary business practice (secara sukarela) melainkan pelaksanaannya sudah diatur oleh undang-undang.
Aktivitas CSR sebagai discretionary business practice di Indonesia dibagi dalam 2 kelompok yaitu : (1) pelaksanaan CSR sebagai discretionary business practice oleh perusahaan multinasional seperti Coca cola dan Unilever. (2) pelaksanaan CSR oleh perusahaan domestik harus mengalami proses belajar lebih panjang dalam merancang dan melaksanakan aktivitas CSR karena perusahaan-perusahaan ini pada umumnya belum memiliki pengalaman yang banyak dalam mengelola aktivitas CSR.
Alasan-alasan perusahaan multinasional lebih siap dalam melaksanakan CSR daripada perusahaan domestik adalah sebagai berikut :
1)             Perusahaan multinasional telah memiliki kebijakan yang menyangkut pelaksanaan CSR baik disebabkan oleh proses belajar maupun akibat kebutuhan untuk mempertahankan reputasi perusahaan.
2)             Perusahaan multinasional telah melakukan proses belajar yang relatif panjang dalam mengelola program CSR.
3)             Perusahaan multinasional berasal dari Negara-negara maju yang memiliki kesadaran terhadap sustainable development lebih tinggi disbanding Negara-negara berkembang.
4)             Perbedaan mind set yang diduga memiliki pengaruh terhadap komitmen manajemen dalam melaksanakan program CSR.
Pelaksanaan CSR oleh BUMN memiliki karakteristik berbeda dengan korporasi yang sepenuhnya dimiliki oleh pihak swasta. Selain melekat tujuan perusahaan untuk memaksimalisasi laba, perusahaan juga dituntut untuk memberikan layanan kepada publik. Pelaksanaan CSR yang dilakukan oleh usaha kecil dan menengah pada umumnya masih berkisar pada pembukaan lapangan kerja bagi masyarakat disekitarnya selain itu usaha kecil dan menengah pada umumnya memberikan charity (infak dan zakat) setiap tahun kepada masjid-masjid dan masyarakat kurang mampu yang berdekatan dengan tempat perusahaan beroperasi.


































DAFTAR PUSTAKA

 

Solihin, Ismail. (2009). Corporate Social Responsibility from Charity to Sustainability. Jakarta: Salemba Empat.