Tuesday, 3 November 2015

Filsafat Pendidikan Realisme


MAKALAH
FILSAFAT PENDIDIKAN REALISME


OLEH
ISMAH PRATIWI
NIM : 7133141041
B REGULER









PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2015




KATA PENGANTAR


Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat dan karuniaNya saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini  bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Filsafat Pendidikan. Adapun materi yang dibahas dalam makalah ini adalah “Filsafat Pendidikan Realisme”.
Akhirnya saya berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Saya menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kesalahan, dan kekurangan serta jauh  dari sempurna maka dari  itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun  dari pembaca.



Medan, September 2015
Penulis

Ismah Pratiwi
7133141041







DAFTAR ISI



BAB III PENUTUP. 12







BAB I

PENDAHULUAN


Filsafat pendidikan adalah aplikasi dari filsafat umum dalam pendidikan. Filsafat pendidikan menyelidiki hakikat pelaksanaan pendidikan yang menyangkut dengan tujuan, latar belakang, cara dan hasilnya serta hakikat ilmu pendidikan yang menyangkut struktur kegunaannya.
Terdapat banyak alasan untuk mempelajari filsafat pendidikan, khususnya apabila ada pertanyaan rasional yang tidak dapat dijawab oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu pendidikan. Pakar dan praktisi pendidikan memandang filsafat yang membahas konsep dan praktik pendidikan secara komprehensif sebagai bagian yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Terlebih lagi, di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang melaju sangat pesat, pendidikan harus diberi inovasi agar tidak ketinggalan perkembangan serta memiliki arah tujuan yang jelas.
Pendidikan membutuhkan filsafat, karena masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan semata, yang terbatas pada pengalaman. Dalam kegiatan pendidikan akan muncul masalah yang lebih luas, kompleks, dan mendalam serta tidak terbatas oleh pengalaman indrawi maupun fakta-fakta sehingga tidak dapat dijangkau oleh ilmu pendidikan (science of education). Masalah-masalah tersebut antara lain adalah tujuan pendidikan yang bersumber dari tujuan hidup manusia dan nilai sebagai pandangan hidup manusia. Nilai dan tujuan hidup memang merupakan suatu fakta, namun pembahasannya tidak dapat dikaji hanya dengan menggunakan pendekatan sains, melainkan diperlukan suatu perenungan yang lebih mendalam melalui filsafat.
Filsafat ilmu pendidikan dapat dibataskan sebagai salah satu bentuk teori pendidikan yang dihasilkan melaui riset baik kualitatif maupun kuantitatif. Filsafat pendidikan ini perlu dipedomani para perencana pendidikan tentang tujuan, isi, kurikulum yang merumuskan tujuan-tujuan pengubahan perilaku yang bersifat personal, sosial dan ekonomi.
Dalam filsafat ditemukan adanya aliran seperti idealisme, realisme, materialisme, pragmatisme, eksistensialime, dan lain-lain. Dengan demikian, pendekatan filosofis dalam memaknai teori pendidikan akan didasari oleh berbagai aliran filsafat tersebut. Pembahasan dalam makalah ini menekankan pada topik tentang teori pendidikan berdasarkan aliran filsafat realisme.

1.      Apa yang dimaksud dengan realisme?
2.      Apa saja bentuk-bentuk aliran realisme?
3.      Bagaimana konsep filsafat menurut aliran realisme?
4.      Bagaimana filsafat pendidikan realisme?

1.      Mengetahui dan memahami pengertian realisme
2.      Mengetahui dan memahami bentuk-bentuk aliran realisme
3.      Mengetahui dan memahami konsep filsafat menurut aliran realisme
4.      Mengetahui dan memahami filsafat pendidikan realisme




















BAB II

PEMBAHASAN



2.1       Pengertian Realisme

Realisme merupakan suatu aliran yang lahir di Eropa pada abad ke 16-17 yang menunjukkan keinginan untuk mengetahui segala sesuatu dalam alam. Ini berarti beralihnya perhatian dari pelajaran-pelajaran tentang manusia kepada realita (kemajuan-kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan alam).
Menurut Kattsof (1996:126) realisme dalam berbagai bentuk menarik garis pemisah yang tajam antara yang mengetahui dan yang diketahui, dan pada umumnya cenderung ke arah dualisme atau monisme materialistik. Dengan berpandangan bahwa objek atau dunia luar itu adalah nyata pada sendirinya, realisme memandang pula bahwa kenyataan itu berbeda dengan jiwa yang mengetahui objek atau dunia luar tersebut. Maka dari itu pengamatan, penelitian dan penarikan kesimpulan mengenai hasil-hasilnya perlu agar dapat diperoleh gambaran yang tepat secara langsung atau tidak langsung mengenai sesuatu.
Menurut Realisme, kualitas nilai tidak dapat ditentukan secara konseptual terlebih dahulu, melainkan tergantung dari apa atau bagaimana keadaannya bila dihayati oleh subjek tertentu dan selanjutnya akan tergantung pula dari sikap subjek tersebut. Sebagai aliran filsafat, realisme berpendirian bahwa yang ada yang ditangkap panca indra dan yang konsepnya ada itu memang nyata ada.
Definisi kebenaran menurut penganut realisme adalah ukuran kebenaran suatu gagasan mengenai sesuatu yaitu menentukan apakah gagasan itu benar-benar memberikan pengetahuan kepada kita mengenai sesuatu itu sendiri ataukah tidak dengan mengadakan pembedaan antara apakah sesuatu itu yang senyatanya dengan bagaimanakah tampaknya sesuatu itu.


2.2       Bentuk-Bentuk Aliran Realisme

1.         Realisme Rasional

Realisme dapat didefinisikan pada dua aliran, yaitu realisme klasik dan realisme religius. Bentuk utama dari realisme religius ialah “Scholastisisme”. Realisme klasik ialah filsafat Yunani yang pertama kali dikembangkan oleh Aristoteles, sedangkan realisme religius terutama Scholastisisme oleh Thomas Aquinas.  Aristoteles membahas teologi gereja dengan menggunakan filsafat. Thomas Aquinas menciptakan filsafat baru dalam agama Kristen, yang disebut Tomisme, pada saat filsafat gereja dikuasai oleh Neoplatonisme yang dipelopori oleh Plotinus.
Realisme Klasik maupun realisme religius menyetujui bahwa dunia materi adalah nyata, dan berada di luar pikiran (ide) yang mengamatinya. Tetapi sebaliknya, Tomisme berpandangan bahwa materi dan jiwa diciptakan oleh Tuhan, dan jiwa lebih penting daripada materi karena Tuhan adalah rohani yang sempurna. Tomisme juga mengungkapkan bahwa manusia merupakan suatu perpaduan atau kesatuan materi dan rohani, dimana badan dan roh menjadi satu. Manusia bebas dan bertanggung jawab untuk bertindak, namun manusia juga abadi lahir ke dunia untuk mencintai dan mengasihi pencipta, karena itu manusia mencari kebahagiaan abadi.
a.    Realisme Klasik
Realisme klasik oleh Brubacher (1950) disebut humanisme rasional. Realisme klasik berpandangan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki rasional. Dunia dikenal melalui akal, dimulai dengan prinsip “self evident”, dimana manusia dapat menjangkau kebenaran umum. Self evident merupakan hal yang penting dalam filsafat realisme karena evidensi merupakan asas pembuktian tentang realitas dan kebenaran. Self evident merupakan suatu bukti yang ada pada diri (realitas, eksistensi) itu sendiri. Jadi, bukti tersebut bukan pada materi atau pada realitas yang lain. Self evident merupakan asas untuk mengerti kebenaran dan sekaligus untuk membuktikan kebenaran. Self evident merupakan asas bagi pengetahuan artinya bahwa pengetahuan yang benar buktinya ada didalam pengetahuan atau kebenaran pengetahuan itu sendiri.
Pengetahuan tentang Tuhan, sifat-sifat Tuhan, eksistensi Tuhan, adalah bersifat self evident. Artinya, bahwa adanya Tuhan tidak perlu dibuktikan dengan bukti-bukti lain, sebab Tuhan itu self evident. Sifat Tuhan itu Esa, artinya Esa hanya dimiliki oleh Tuhan, tidak ada yang menyamainya terhadap sifat Tuhan tersebut. Eksistensi Tuhan merupakan prima kausa, penyebab pertama dan utama dari segala yang ada, yakni merupakan penyebab dari realitas alam semesta.
Tujuan pendidikan bersifat intelektual. Memperhatikan intelektual adalah penting, bukan saja sebagai tujuan, melainkan dipergunakan sebagai alat untuk memecahkan masalah. Bahan pendidikan yang esensial bagi aliran ini, yaitu pengalaman manusia. Yang esensial adalah apa yang merupakan penyatuan dan pengulangan dari pengalaman manusia. Kneller (1971) mengemukakan bahwa realisme klasik bertujuan agar anak menjadi manusia bijaksana, yaitu seseorang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan fisik dan sosial.
Menurut Aristoteles, terdapat aturan moral universal yang diperoleh dengan akal dan mengikat manusia sebagai makhluk rasional. Di sekolah lebih menekankan perhatiannya pada mata pelajaran (subject matter), namun selain itu, sekolah harus menghasilkan individu-individu yang sempurna. Menurut pandangan Aristoteles, manusia sempurna adalah manusia moderat yang mengambil jalan tengah. Pada anak harus diajarkan ukuran moral absolut dan universal, sebab apa yang dikatakan baik atau benar adalah untuk keseluruhan umat manusia, bukan hanya untuk suatu ras atau suatu kelompok masyarakat tertentu. Hal ini penting bagi anak untuk mendapatkan kebiasaan baik. Kebaikan tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus dipelajari.
b.   Realisme Religius
Realisme religius dalam pandangannya tampak dualisme. Ia berpendapat bahwa terdapat dua order yang terdiri atas “order natural” dan “order supernatural”. Kedua order tersebut berpusat pada Tuhan. Tuhan adalah pencipta semesta alam dan abadi. Pendidikan merupakan suatu proses untuk meningkatkan diri, guna mencapai yang abadi. Kemajuan diukur sesuai dengan yang abadi tersebut yang mengambil tempat dalam alam. Hakikat kebenaran dan kebaikan memiliki makna dalam pandangan filsafat ini. Kebenaran bukan dibuat, melainkan sudah ditentukan, di mana belajar harus mencerminkan kebenaran tersebut.
Menurut pandangan aliran ini, struktur sosial berakar pada aristokrasi dan demokrasi. Letak aristokrasinya adalah pada cara meletakkan kekuasaan pada yang lebih tahu dalam kehidupan sehari-hari. Demokrasinya berarti bahwa setiap orang diberi kesempatan yang luas untuk memegang setiap jabatan dalam struktur masyarakat. Hubungan antara gereja dan negara adalah menjaga fundamental dasar dualisme antara order natural dan order supernatural. Minat negara terhadap pendidikan bersifat natural, karena negara memiliki kedudukan lebih rendah dibandingkan dengan gereja. Moral pendidikan berpusat pada ajaran agama. Pendidikan agama sebagai pedoman bagi anak untuk mencapai Tuhan dan akhirat.
Menurut realisme religius, karena keteraturan dan keharmonisan alam semesta sebagai ciptaan Tuhan, maka manusia harus mempelajari alam sebagai ciptaan Tuhan. Tujuan utama pendidikan mempersiapkan individu untuk dunia dan akhirat. Tujuan pendidikan adalah mendorong siswa memiliki keseimbangan intelektual yang baik, bukan semata-mata penyesuaian terhadap lingkungan fisik dan sosial saja. William Mc Gucken (Brubacher, 1950), seorang pengikut Aristoteles dan Thomas Aquinas yang berakar pada metafisika dan epistemologi, membicarakan pula natural dan supernatural. Tujuan pendidikan adalah keselamatan atau kebahagiaan jasmani dan  rohani sekaligus. Anak yang lahir pada dasarnya rohaninya dalam keadaan baik, penuh rahmat, diisi dengan nilai-nilai ketuhanan. Anak akan menerima kebaikan dan menjauhi kejahatan bukan hanya karena perintah akal, melainkan juga karena perintah Tuhan.
Johan Amos Comenius merupakan pemikir pendidikan yang dapat digolongkan pada realisme religius, mengemukakan bahwa semua manusia harus berusaha untuk mencapai dua tujuan. Pertama, keselamatan dan kebahagiaan hidup yang abadi. Kedua, keadaan dan kehidupan dunia yang sejahtera dan damai. Tujuan pertama merupakan tujuan yang inheren dalam diri manusia, dimana tujuannya terletak di luar hidup ini. Pada tujuan yang kedua, Comenius tampaknya memandang kebahagiaan dan perdamaian dunia merupakan sebagian dari kebahagiaan hidup yang abadi.

2.     Realisme Natural Ilmiah

 Realisme natural ilmiah mengatakan bahwa manusia adalah organisme biologis dengan sistem saraf yang kompleks dan secara inheren pembawaan sosial (social dispossition). Apa yang dinamakan berfikir merupakan fungsi yang sangat kompleks dari organisme yang berhubungan dengan lingkungannya. Kebanyakan penganut realisme natural menolak eksistensi kemauan bebas (free will). Mereka bersilang pendapat dalam hal bahwa individu ditentukan oleh akibat lingkungan fisik dan sosial dalam struktur genetiknya. Apa yang tampaknya bebas memilih, kenyataannya merupakan suatu determinasi kausal (ketentuan sebab akibat).

 

3.      Neo Realisme dan Realisme Kritis

  Selain aliran-aliran realisme, masih ada lagi pandangan lain yang termasuk realisme. Aliran tersebut disebut “Neo Realisme” dari Frederick Breed, dan “Realisme Kritis” dari Imanuel Kant. Menurut pandangan Breed, filsafat pendidikan hendaknya harmoni dengan prinsip demokrasi. Prinsip pertama demokrasi adalah hormat menghormati atas hak-hak individu. Pendidikan sebagai pertumbuhan harus diartikan sebagai menerima arah tuntunan sosial dan individu. Istilah demokrasi harus di definisikan sebagai pengawasan dan kesejahteraan sosial.
  Realisme kritis di dasarkan atas pemikiran Imanuel Kant, seorang pensistensis yang besar. Ia mensistensiskan pandangan yang berbeda antara empirisme dan rasionalisme, antara skeptisisme dan paham kepastian antara eudaemonisme dengan puritanisme. Ia bukan melakukan elektisisme yang dangkal, melainkan suatu sintesis asli yang menolak kekurangan yang berada pada kedua pihak yang disintesiskannya, dan ia membangun filsafat yang kuat.
 Menurut Kant, semua pengetahuan mulai dari pengalaman, namun tidak berarti semuanya dari pengalaman. Objek luar dikenal melalui indra namun pikiran atau rasio dan pengertian yang diperoleh dari pengalaman tersebut. Aliran filsafat realisme berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah gambaran yang baik dan tepat dari kebenaran.

2.3       Konsep Filsafat Menurut Aliran Realisme

1.         Metafisika-Realisme

Menurut metafisika-realisme bahwa kenyataan yang sebenarnya hanyalah  kenyataan fisik (materialisme), kenyataan material dan imaterial (dualisme), dan kenyataan yang terbentuk dari berbagai  kenyataan (pluralisme). Metafisika realitas merupakan sisi lain idealisme. Jika ontologis idealisme selalu merujuk bahwa yang ada adalah yang ideal atau sesuatu yang ada dan bisa difikirkan, sebaliknya realisme justru meyakini bahwa yang ada adalah sesuatu yang bisa teramati oleh indra.
Dalam pandangan tersebut realisme menjadikan indra atau pengamatan sebagai instrumen atau epistemologi dalam memperoleh pengetahuan serta kebenaran. Para realis termasuk Bacon, memandang bahwa ilmu pengetahuan bukanlah suatu titik tempat bertolak dan mengambil kesimpulan darinya, melainkan ilmu pengetahuan sesuatu tempat sampai ketujuan. Untuk memahami dunia, orang harus “mengamati”. Kemudian mengumpulkan fakta, lalu membuat kesimpulan berdasarkan kepada fakta-fakta itu dengan cara membuat argumentasi induktif yang logis.
Di sini bagi seorang realis, akal memiliki ide tentang sesuatu hal. Akan tetapi, jika ia tidak bisa teramati oleh indra, sesuatu itu bukanlah sesuatu yang ada. W.E Hocking dengan nada sarkastiknya membuat pernyataan, betapa sebagai watak umum dari akal, realisme adalah sebuah kecenderungan untuk menjaga diri dan preferensi hidup agar seseorang tidak mencampuri keputusan tentang segala sesuatu dan membiarkan objek-objek berbicara untuk dirinya.

2.         Humanologi-Realisme

Menurut humanologi-realisme bahwa hakekat manusia terletak pada apa yang dapat dikerjakan. Jiwa merupakan sebuah organisme kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir.

3.         Epistemologi-Realisme

Menurut epistemologi-realisme bahwa kenyataan hadir dengan sendirinya tidak tergantung pada pengetahuan dan gagasan manusia, dan kenyataan dapat diketahui oleh pikiran. Pengetahuan dapat diperoleh melalui penginderaan. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan  memeriksa kesesuaiannya dengan fakta.
Realisme berpandangan bahwa mengetahui itu sama artinya dengan memiliki pengetahuan tentang suatu objek. Kognisi atau hasil mengetahui itu melibatkan interaksi antara pikiran manusia dan dunia di luar pikiran manusia. Bagi kaum realis, mengetahui adalah dua buah sisi proses yang melibatkan sensasi dan abstraksi. Proses ini sesuai dengan konsep realis tentang alam raya yang dualistik, tersusun atas materi dan struktur (komponen dan forma). Bila sensasi diperkenalkan dengan objek dan memberi kita informasi tentang aspek material dari objek ini dan kemudian data masuk ke dalam pikiran kita seperti data yang masuk ke dalam program komputer. Ketika masuk kedalam pikiran data sensor ini dipilih, digolongkan  dan didaftar. Melalui sesuatu proses abstraksi, akal sehat merangkai data dalam dua kategori besar, yaitu sebagai sesuatu yang harus ada yang selalu ditemukan dalam sebuah objek dan yang lainnya bersifat kontingen atau kadang-kadang ditemukan dalam sebuah objek. Yang selalu hadir itulah yang harus ada atau esensial bagi objek, disebut sebagai bentuk atau struktur. Bentuk adalah objek tepat dari abstraksi.
Dengan pendapatnya ini juga, epistemologi kaum realisme disebut juga epistemologi “teori pengamat” artinya manusia sebagai pengamat kenyataan. Karena manusia biasanya terlibat dalam proses mengetahui yang melibatkan sensasi dan abstraksi, “pengamatan” dapat berkisar dari hal-hal yang paling kasar sampai pengumpulan data yang menggunakan cara-cara terlatih serta tepat akurat. Melalui perjalanan waktu, manusia telah mengembangkan alat paling canggih seperti teleskop, mikroskop, dan lain lain.

4.         Aksiologi-Realisme

Menurut aksiologi-realisme bahwa tingkah laku manusia diatur oleh hukum-hukum alam yang diperoleh melalui ilmu, dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang telah teruji dalam kehidupan.


2.4       Filsafat Pendidikan Realisme

Pendidikan dalam realisme memiliki keterkaitan erat dengan pandangan John Locke bahwa akal, pikiran, dan jiwa manusia tidak lain adalah tabularasa, ruang kosong tak ubahnya kertas putih kemudian menerima impresi dari lingkungan. Oleh karena itu, pendidikan dipandang dibutuhkan karena untuk membentuk setiap individu agar mereka menjadi sesuai dengan apa yang dipandang baik. Dengan demikian, pendidikan dalam realisme kerap diidentikkan sebagai upaya pelaksanaan psikologi behaviorisme ke dalam ruang pengajaran.
Murid adalah sosok yang mengalami inferiorisasi secara berlebih sebab ia dipandang sama sekali tidak mengetahui apapun kecuali apa-apa yang telah pendidikan berikan. Disini dalam pengajaran setiap siswa atau subjek didik tak berbeda dengan robot. Ia mesti tunduk dan takluk sepatuh-patuhnya untuk diprogram dan mengerti materi-materi yang telah ditetapkan sedemikian rupa.
Pada ujung pendidikan, realisme memiliki proyeksi ketika manusia akan dibentuk untuk hidup dalam nilai-nilai yang telah menjadi common sense sehingga mereka mampu beradaptasi dengan lingkungan-lingkungan yang ada. Sisi buruk pendidikan model ini kemudian cenderung lebih banyak dikendalikan skeptisisme positivistik, ketika mereka dalam hal apa pun akan meminta bukti dalam bentuk-bentuk yang bisa didemonstrasikan secara indrawi.
Realisme memiliki jasa bagi perkembangan dunia pendidikan. Salah satunya adalah dengan temuan gagasan Crezh, salah seorang pendidik di Mosenius pada abad ke-17 dengan karya Orbic Pictusnya. Pada periode itu, temuan Orbic Pictus sempat mengejutkan dunia pendidikan dan dipandang sebagai gagasan baru. Ini disebabkan oleh dalam periode tersebut belum ada satupun yang memiliki pemikiran untuk memasukkan alat bantu visual seperti gambar-gambar, perlu digunakan dalam pengajaran anak, terutama dalam mempelajari bahasa. Diabad selanjutnya, yaitu ke-18 menjelang abad 19, gagasan Moravi ini menginspirasi seorang pestalozzi. Ia menghadirkan objek-objek peraga fisik dalam ruang pengajaran di dalam kelas.
   Comenius dalam bukunya “Didacita Magna” (Didaktik besar), dan “Orbis Sensualium Pictus” (Dunia panca indera dengan gambar-gambar) merupakan peletak dasar didaktik modern. Ia mengubah cara berfikir anak yang deduktif spekulatif dengan cara berfikir induktif, yang merupakan metode berfikir ilmiah. Peragaan merupakan suatu keharusan dalam proses belajar mengajar, sehingga ia dijuluki sebagai Bapak keperagaan dalam belajar mengajar. Beberapa prinsip mengajar yang dikemukakan oleh Comenius (Sadulloh,2003) adalah sebagai berikut :
1. Pelajaran harus didasarkan pada minat peserta didik. Keberhasilan dalam belajar tidak karena dipaksakan dari luar, melainkan merupakan suatu hasil perkembangan pribadinya.
2. Setiap mata pelajaran harus memiliki out-line atau garis besar proses belajar mengajar, silabus, dan rencana pembelajaran, dan sudah ada pada awal pembelajaran.
3. Pada pertemuan awal atau permulaan pembelajaran, guru harus menyiapkan dan menyampaikan informasi tentang garis-garis besar pembelajaran yang akan dipelajari peserta didik.
4. Kelas harus diisi dengan gambar-gambar, peta, motto, dan sejenisnya yang berkaitan dengan rencana pelajaran yang akan diberikan.
5. Pembelajaran harus berlangsung secara sikuens atau berkesinambungan dengan pelajaran sebelumnya sehingga merupakan suatu kesatuan yang utuh dan mengikuti perkembangan pengetahuan secara terus menerus.
6. Setiap aktivitas yang dilakukan guru bersama peserta didik hendaknya membantu untuk pengembangan hakikat manusia, dan kepada peserta didik ditunjukkan kepentingan yang praktis dari setiap sistem nilai.
7. Pelajaran dalam subjek yang sama diperuntukkan bagi semua peserta didik.
Corak lain pendidikan realisme adalah tekanan-tekanan hidup yang terarah kedalam pengaturan-pengaturan serta keteraturan yang bersifat mekanistik. Meskipun tidak semua pengaturan yang bersifat mekanistik buruk, apa yang diterapkan realisme dalam ruang pendidikan melahirkan berbagai hal yang kemudian menuai banyak kecaman sebab telah menjadi penyebab berbagai dehumanisasi.
Dalam hubungan filsafat aliran realisme dengan pendidikan yaitu pendidikan harus universal, seragam, dimulai sejak pendidikan yang paling rendah, dan merupakan suatu kewajiban. Pada tingkat pendidikan yang paling rendah, peserta didik akan menerima jenis pendidikan yang sama. Pembawaan dan sifat manusia sama pada semua orang. Oleh karena itu metode, isi, dan proses pendidikan harus seragam. Namun, manusia tetap berbeda dalam derajatnya, dimana ia dapat mencapainya. Oleh karena itu, pada tingkatan pendidikan yang paling tinggi tidak boleh hanya ada satu jenis pendidikan, melainkan harus beraneka ragam jenis pendidikan.
Inisiatif dalam pendidikan terletak pada pendidik bukan pada peserta didik. Materi atau bahan pelajaran yang baik adalah bahan pelajaran yang memberi kepuasan pada minat dan kebutuhan pada peserta didik. Namun, yang paling penting bagi pendidik adalah bagaimana memilih bahan pelajaran yang benar, bukan memberikan kepuasan terhadap minat dan kebutuhan pada peserta didik. Memberi kepuasan terhadap minat dan kebutuhan siswa hanyalah merupakan alat dalam mencapai tujuan pendidikan, atau merupakan strategi mengajar yang bermanfaat.
Realisme dalam Pendidikan (Purnawan :2009 : 24) yaitu sebagai berikut :
1. Pendidikan sebagai Institusi Sosial
            John Amos Comenius di dalam bukunya Great Didactic, mengatakan bahwa manusia tidak diciptakan hanya kelahiran biologinya saja. Jika ia menjadi seorang manusia, budaya manusia harus memberi arah dan wujud kepada kemampuan dasarnya.
            Dalam bukunya Membangun Filsafat Pendidikan, Harry Broudy secara eksplisit menekankan bahwa masyarakat mempunyai hak dengan mengabaikan keterlibatan pemerintah, yang akan membawa pendidikan formal di bawah wilayah hukumnya karena ini merupakan suatu lembaga atau institusi sosial. Implikasinya yaitu pendidikan adalah kebutuhan dasar dan hak yang mendasar bagi manusia dan kewajiban penting bagi semua masyarakat untuk memastikan bahwa semua anak-anak dilahirkan dengan pendidikan yang baik.
2. Siswa          
Guru adalah pengelola KBM di dalam kelas (classroom is teacher-centered), guru penentu materi pelajaran, guru harus menggunakan minat peserta didik yang berhubungan dengan mata pelajaran, dan membuat mata pelajaran sebagai sesuatu yang konkret untuk dialami peserta didik. Peserta didik berperan untuk menguasai pengetahuan yang diandalkan, peserta didik harus taat pada aturan dan disiplin, sebab aturan yang baik sangat diperlukan untuk belajar. Peserta didik memperoleh disiplin melalui ganjaran dan prestasi.
3. Tujuan Pendidikan
            Tujuan pendidikan realisme adalah untuk penyesuaian diri dalam hidup dan mampu melaksanakan tanggung jawab sosial. Pendidikan bertujuan agar peserta didik dapat bertahan hidup di dunia yang bersifat alamiah, memperoleh keamanan dan hidup bahagia, dengan jalan memberikan pengetahuan esensial kepada peserta didik. Pengetahuan tersebut akan memberikan keterampilan-keterampilan yang penting untuk memperoleh keamanan dan hidup bahagia.








BAB III

PENUTUP


3.1       Kesimpulan


1.      Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitas.
2.      Realisme berpendapat bahwa hakikat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani.
3.      Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak, dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan sebagai objek pengetahuan manusia.
4.      Realisme berarti beralihnya perhatian dari pelajaran-pelajaran tentang manusia kepada realita (kemajuan-kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan alam).
5.      Ada beberapa bentuk aliran realisme yaitu realisme rasional, realisme natural ilmiah, neo realisme dan realisme kritis.
6.      Konsep filsafat menurut aliran realisme yaitu metafisika-realisme, humanologi-realisme, epistemologi-realisme, aksiologi-realisme.
7.      Pendidikan menurut aliran filsafat realisme menekankan pada pembentukan peserta didik agar mampu melaksanakan tanggung jawab sosial dalam menjalani kehidupan bermasyarakat dengan cara diadakannya pendidikan yang ketat dan sistematis dengan dukungan kurikulum yang komprehensif dan kegiatan belajar yang teratur di bawah arahan tenaga pendidik.
8.      Pendidikan dalam realisme kerap diidentikkan sebagai upaya pelaksanaan psikologi behaviorisme ke dalam ruang pengajaran.








DAFTAR PUSTAKA


Barnadib, Imam. 1990. Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode. Yogyakarta: Andi Offset.
Purba, Edward dan Yusnadi. 2015. Filsafat Pendidikan. Medan: Unimed Press
Sadulloh, Uyoh. 2003. Pengantar filsafat pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta
Sudarsono. 2001. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.




1 comment:

  1. sabung ayam life pusat taruhan s1288 online terdepan
    Daftar >> Deposit >> Withdraw Sekarang Juga bolavita1.com
    Untuk Info, Bisa Hubungi Customer Service Kami ( SIAP MELAYANI 24 JAM ) :
    Telegram : +62812-2222-995 / https://t.me/bolavita
    Wechat : Bolavita
    WA : +62812-2222-995
    Line : cs_bolavita

    ReplyDelete