Monday, 11 April 2016

Pajak Penghasilan Pasal 21,22,23


Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh pasal 21 adalah pasal yang mengatur pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diterima dari pekerjaan / jasa baik dalam hubungan kerja maupun dari pekerjaan bebas oleh WP perorangan dalam negeri.
Subjek pajak PPh pasal 21 adalah Pegawai, Penerima pensiun, Penerima honorarium, Penerima upah, Orang pribadi lainnya yang menerima / memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan dari pemotong pajak.
Pengecualian subjek pajak :
1.      Pejabat perwakilan diplomatik beserta staf
2.      Pejabat perwakilan organisasi internasional beserta staf.
Pengecualian objek pajak PPh pasal 21 :
1.      Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, beasiswa
2.      Penerimaan dalam bentuk natura dan atau keenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh WP atau pemerintah
3.      Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendirian telah disyahkan oleh menkeu atau iuran THT kepada badan penyelenggra jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja
4.      Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
Pemotongan PPh Pasal 21 Wajib Memotong, Menyetor, dan Melapor (Pasal 21 (1) UU PPh) dilakukan oleh pemberi kerja, bendahara pemerintah, dana pensiun atau badan lain, badan dan penyelenggara kegiatan. Yang tidak termasuk pemberi kerja yang Wajib Memotong PPh Pasal 21 Ayat (1) yaitu Kantor perwakilan negera asing, dan Organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UU PPh (Pasal 21 (2) UU PPh)

Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 (PMK.No.252/PMK.03/2008)
1.      Pegawai
2.      Penerima pesangon, pensiun
3.      Bukan pegawai sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan lain meliputi: tenaga ahli yaitu dokter, akuntan, pengacara, arsitek, konsultan, notaris, penilai aktuaris; pemain musik, pembawa acara, penyanyi, aktris, aktor; olahragawan; penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, moderator; pengarang, peneliti, penerjemah; pemberi jasa teknik; pengawas, pengelola proyek; perantara; ditributor; petugas penjaga barang dagangan; petugas dinas luar asuransi.
4.      Peserta kegiatan perlombaan, rapat, kepanitiaan, pelatihan, dan peserta kegiatan lainnya.
Yang tidak termasuk dalam pengertian penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 (Psl 4 PMK.252/PMK.03/2008) yaitu Pejabat perwakilan diplomatik, konsulat, pejabat lain dari negara asing dan orang yang bekerja membantunya, dan Pejabat perwakilan organisasi internasional.

Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21 (Pasal 9 PMK.252/PMK03/2008)
Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21
a.       Penghasilan kena pajak berlaku bagi: pegawai tetap, penerima pensiun berkala, bukan pegawai meliputi distributor, petugas dinas luar asuransi, penjaja barang dagangan.
b.      Junlah penghasilan yang melebihi bagian penghasilan yang tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.
c.       Jumlah Penghasilan Bruto.

Pengurangan yang Diperbolehkan (Pasal 10 PMK.252/PMK03/2008)
1.      Jumlah penghasilan bruto yang diterima adalah seluruh jumlah yang diterima dalam satu periode atau pada saat dibayarkan
2.      Penghasilan kena pajak : pegawai tetap, pegawai tidak tetap, dan bagi buka pegawai
3.      Besarnya penghasilan neto adalah penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan, iuran yang terkait dengan gaji untuk dana pensiun
4.      Penghasilan neto adalah jumlah penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun
5.      Besarnya PTKP bagi karyawati
6.      Bagi karyawati yang suaminya tidak bekerja
7.      Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun kaender.
8.      Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (7) PMK.252/ PMK03/ 2008 (angka 7 tersebut di atas, yaitu PTKP 2008 berdasarkan keadaan pada awal tahun).



Ketentuan bagi Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas/ Belum Melebihi PTKP (Pasal 11 PMK.252/PMK03/2008)
a. Tidak dilakukan pemotongan, dalam penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari belum melebihi bagian penghasilan
b. Dilakukan pemotongan, dalam hal penghasilan sehari melebihi bagian penghasilan

PPh Pegawai tidak tetap/ tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian (Pasal 14 PMK.252/ PMK03/ 2008)
1.      Jumlah penghasilan tidak dipotong pajak, namun jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP sebulan untuk diri WP sendiri
2.      Jumlah penghasilan satu bulan melebihi Rp. 6000.000 ditetapkan pemotongan pajak penghasilan yang disetahunkan.

Tarif PPh Bukan Pegawai Atas Pembayaran Pekerjaan/Jasa yang Tidak Berkesinambungan (Pasal 15 PMK.252/PMK03/2008)
Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh diterapkan atas jumlah kumulatif Penghasilan Kena Pajak sebesar Penghasilan bruto dikurangi PTKP, yang diterima atau diperoleh bukan pegawai.

Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 21
Penghasilan yang berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara tunjangan hari tua diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (Pasal 17 PMK.252/PMK03/2008).
Penghasilan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau daerah yang diperoleh pejabat negara, PNS, anggota TNI/POLRI dan pensiunannya, diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (Pasal 18 PMK.252/PMK03/2008).

Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Penerima Penghasilan yang Tidak Mempunyai NPWP (Pasal 20 PMK.252/PMK03/2008)
Yang tidak memiliki NPWP ditetapkan tarif yang lebih tinggi yaitu 20%, dari pada WP yang memiliki NPWP. Pemotongan PPh Pasal 21 bagi penerima penghasilan yang tidak memiliki NPWP hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final.


Saat Terutang PPh Pasal 21 (pasal 21 PMK.252/PMK03/2008)
Saat terutang untuk setiap masa pajak bagi pemotong pajak adalah akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.

Pajak Penghasilan Pasal 22
Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang atau badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Pajak Penghasilan Pasal 22 dibayar dalam tahun berjalan melalui pemungutan oleh pihak tertentu dan pemungutan PPh Pasal 22 bersifat final dan tidak final.
Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22
Pemungut pajak berdasar Peraturan Menteri Keuangan No 154/PWK.03/2010, pemungut PPh Pasal 22 adalah :
1.      Bank Devisa dan Dirjen Bea Cukai, atas impor barang
2.      Direktorat Jendral Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik ditingkat Pusat maupun Pemerintah Daerah, yang melakukan atas pembeliaan barang.
3.      Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang melakukan pembayaran atas pembelian barang yang dananya dari belanja Negara dan atau belanja daerah, kecuali badan-badan tersebut pada butir 4.
4.      Bank Indonesia (BI), Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT TELKOM, PLN,PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Stell, dan BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non APBN.
5.      Badan usaha yang bergerak dibidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksi di dalam negeri.
Obyek Pemungutan Pajak
Yang merupakan obyek Pemungutan PPh pasal 22 adalah:
1.      Impor Barang
2.      Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan Dirjen Anggaran, Bendaharawan pemerintah baik ditingkat Pusat maupun Pemerintah Daerah.
3.      Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh BUMN dan BUMD  yang dananya dari belanja Negara dan atau belanja daerah.
4.      Penjualan hasil produksi yang dilakukan oleh Pertamina dan badan usaha lain selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas.
5.      Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industry atau ekspor industry dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan dari pedagang pengumpul.
Dikecualikan dari pemungutan PPh pasal 22 adalah Impor barang, Impor barang yang dibebaskan dari Bea masuk  yaitu :
1.      Barang dari perwakilan Negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik.
2.      Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial atau kebudayaan.
3.      Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan alam.
4.      Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah
5.      Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN)

Pemungutan PPh Pasal 22
Menteri Keuangan dapat menetapkan:
1.      Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang
2.      Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari WP yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain
3.      WP badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Subjek PPh Pasal 22
1.      Importir sehubungan dengan impor
2.      Rekanan Pemerintah sehubungan dengan APBD/APBN/Non APBN
3.      Konsumen sehubungan dengan badan tertentu

Dasar Pemungutan PPh Pasal 22
DPP PPh Pasal 22 sehubungan dengan Impor adalah :
1.      Nilai impor: nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan Bea Masuk dan pungutan lainnya, Harga Jual Lelang : Harga hasil penjualan Lelang
2.      DPP PPh Pasal 22 sehubungan dengan APBN/APBD/Non APBN adalah harga pembelian
3.      DPP PPh Pasal 22 sehubungan dengan badan tertentu adalah berdasarkan ketentuan pelaksana yang ditetapkan Pemerintah/Departemen Keuangan/ Dirjen Pajak.

Besarnya PPh Pasal 22
1.      Atas Impor : yang menggunakan angka Pengenal Impor (API) sebesar 2.5% dari nilai impor; yang tidak menggunakan API sebesar 7.5% dari nilai impor; yang tidak dikuasai sebesar 7.5% dari harga jual lelang; atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API sebesar 0.5% dari nilai impor.
2.      Atas APBD/APBN/Non APBN sebesar 1,5% dari harga pembelian
3.      Atas badan tertentu : penjualan hasil produksi otomotif di dalam negeri adalah sebesar 0.45% x DPP PPN dan merupakan kredit pajak; hasil produksi kertas: 0,1%; Hasil Industri Baja sebesar 0,3%; Hasil Produksi Semen: 0,25%; Hasil Produksi Pertamina dan Badan Lain: SPBU Swastanisasi sebesar 0,3% x Penjualan. SPBU Pertamina sebesar 0,25% x Penjualan. Minyak tanah, Gas LPG, Pelumas sebesar 0,3% x Penjualan; Rokok: 0,15% x Harga Banderol; sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, perikanan: 0,5% x Harga Pembelian.

PPh Pasal 22 Ayat(1) Huruf c UU PPh: WP Badan Tertentu sebagai Pemungut PPh Dari Pembeli Atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah
WP badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah:
1.      Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp. 2M (Miliar)
2.      Kapal Pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp.10M (Miliar)
3.      Rumah dan tanah yang harga jualnya lebih dari Rp.10M dan luas lebih dari 500m2.
4.      Apartemen, kondiminium dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp.10M dan luas bangunan lebih dari 400m2
5.      kendaraan bermotor roda emat kurang dari 10 orang pengangkutannya yang mempunyai harga jual lebih dari Rp.5M dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000cc.

Dikecualikan dari Pemungutan PPh Pasal 22
1.      Pengecualian dengan surat keterangan Bebas PPh Pasal 22
2.      Pengecualian dilaksanakan oleh Dirjen Bea dan Cukai
3.      Pengecualian dilakukan secara otomatis Tanpa Surat Keterangan Bebas
4.      Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000
5.      Pembayaran untuk pembelian BBM, listrik, gas, air minum/PDAM dan benda-benda pos
6.      Pembayaran/pencairan dana Jaringan Pengamanan Sosial (JPS) oleh Kantor Pembendaharaan dan Kas Negara.
7.      Impor kembali yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Dirjen Bea dan Cukai
8.      Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh BULOG

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
Pengertian PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 adalah salah satu jenis pelunasan PPh dalam tahun berjalan melalui pemotongan pihak ketiga, yang merupakan angsuran pajak yang boleh dikreditkan terhadap PPh yang terutang untuk tahun Pajak yang bersangkutan, kecuali PPh yang bersifat final.
Pemotong PPh Pasal 23
Pemotong PPh Pasal 23 yaitu Badan Pemerintah, Subjek Pajak Badan Dalam Negeri, Penyelenggara Kegiatan, Bentuk Usaha Tetap, Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya, Orang Pribadi sebagai WP dalam negeri tertentu yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak.

Subjek Pajak Penghasilan Pasal 23
Subjek PPh pasal 23 yaitu WP dalam negeri, dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Tarif Dasar Pemotongan dan Objek PPh Pasal 23
1.      15% dari jumlah bruto atas : dividen, bunga, royalti, hadiah, penghargaan, bonus dan selanjutnya.
2.      2% dari jumlah bruto : sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lainnya.

Jenis Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai Pemotong PPh Pasal 23
1.      Orang pribadi sebagai WP dalam negeri dapat ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memotong PPh Pasal 23.
2.      Menurut KEP DPJ No.50/PJ/1994: (1) WP sebagai akuntan, arsitek, dokter, notaris, pejabat pembuat akte tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas; orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan. (2) Wajib Pajak orang pribadi penerima uang sewa. (3) Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak.

Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23
1.      Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
2.      Sewa guna usaha dengan hak opsi
3.      Dividen menurut Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh dan dividen menurut Pasal 17 ayat (2c) UU PPh
4.      Bagian laba menurut Pasal 4 ayat (3) huruf i UU PPh
5.      Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
6.      Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atau jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan

Saat Pemotongan PPh Pasal 23
1.      Pada akhir bulan dilakukannya pembayaran
2.      Pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, bergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu (PP 138 Tahun 2000)

Penyetoran PPh Pasal 23
Dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan takwin berikutnya setelah bulan terutangnya PPh Pasal 23 terjadi.

Pelaporan PPh Pasal 23
Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23 paling lambat 20 hari setelah akhir masa pajak.

No comments:

Post a Comment