Hasil pemikiran dari
Adam Smith disebut Aliran atau mazhab klasik karena gagasan-gagasan yang ia
tulis sebelumnya telah banyak dibahas dan dibicarakan oleh pakar-pakar ekonomi
jauh sebelumnya. Misalnya, soal paham individualisme tidak jauh beda dengan
paham hedonisme yang dikembangkan oleh Epicurus pada masa Yunani kuno.
Begitu juga pendapatnya mengenai campur tangan pemerintah seminimal mungkin
dalam perekonomian (laissez faire laissez
passer) sudeh dibicarakan oleh Francis Quisney sebelumnya.
Pembahasan yang dilakukan oleh Smith lebih kepada ekonomi
mikro dengan penekanan pada penentuan harga. Melalui analisis mikro, ia
menguraikan masalah pembangunan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk memacu
pertumbuhan ekonomi. Menggunakan pendekan deduktif yang digabung dengan
penjelasan historis, maka tidak heran bahwa buku The Wealth of Nations mencapai 900 halaman.
Ada beberapa orang yang berpengaruh bagi Smith, dua
diantaranya adalah Francis Hutcheson (1694-1746) yang merupakan dosennya di
Universitas Glasgow dan David Hume (1711-1776)
yang merupakan teman kuliahnya.
Adam Smith banyak mengadopsi tulisan dari tokoh-tokoh
merkantilis dan fisiokrat yang kemudian disintesiskan kedalam The Wealth of Nations. Para pakar
umumnya percaya bahwa belum ada pemikir-pemikir ekonomi yang mengintegrasikan
begitu banyak topik menjadi satu volume yang mencakup pandangan menyeluruh.
Pandangan menyeluruh tersebut berupa faktor-faktor menentukan kemakmuran
bangsa-bangsa dan sekaligus memberikan rekomendasi kebijaksanaan yang dapat
ditempuh untuk meningkatkan laju pertuumbuhan ekonomi dan pembangunan.
Dalam banyak hal, pemikiran Smith sejalan dengan kaum
fisiokrat yang menganggap produksi barang dan jasa sebagai sumber utama
kemakmuran bangsa. Hal ini dianggap wajar karena Smith sering bertemu
tokoh-tokoh fisiokrat seperti Quesnay, Turgot ketika menjadi dosen tamu di
Toulouse, Perancis. Bahkan kerangka buku The
Wealth of Nations mulai disusun ketika Smith berada disana. Yang menjadi
pertentangan Smith dengan pemikiran kaum fisiokrat adalah pada penekanan faktor
yang paling dominan dalam menentukan kemakmuran negara. Apabila kaum fisiokrat
beranggapan bahwa alamlah yang paling menentukan kemakmuran suatu negara, Smith
beranggapan bahwa manusialah yang lebih dominan atau yang menjadi faktor
utamanya. Alasannya sangat jelas karena Smith menganggap bahwa alam tidak ada
artinya apabila sumberdaya manusianya tidak mampu mengolahnya sehingga tidak
bermanfaat bagi kehidupan.
Sebagai pendukung doktrin laissez faire-laissez passer, Smith juga mengkritik kebijakan kaum
mekantilis yang menetapkan tarif yang tinggi untuk melindungi industri dalam
negeri. Dalam The Wealth of Nations
Smith menuliskan bahwa orang tidak perlu membuat sendiri suatu barang dimana
harga barang tersebut apabila dibeli akan lebih murah. Begitu pula barang luar
negeri apabila lebih rendah harganya lebih dibeli daripada buatan dalam negeri
harganya lebih tinggi.
A. Hakikat Manusia Serakah
Manusia
pada hakikatnya memiliki sifat serakah telah dikemukakan oleh pemikir-pemikir
ekonomi pada masa Yunani kuno, terutama Plato. Hal yang sama juga dilontarkan
oleh Bernard de Mendeville (1630-1733) dalam bukunya The Fable of The Bees tahun 1714. Begitu pula Smith percaya bahwa
manusia pada hakikatnya rakus dan egoistis. Walau asumsi Smith dan Mendeville
sama, namun konklusi mereka ini amat jauh berbeda. Mendeville menganggap sifat
rakus manusia yang mementingkan diri sendiri memberikan efek negatif bagi
sosial-ekonomi masyarakat sehingga Mendeville menganggap perlu adanya campur
tangan pemerintah dalam hal itu. Sedangkan Smith menganggap sifat ini akan
memacu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan secara keseluruhan.
Lebih
lanjut Smith beranggapan bahwa tindak-tanduk manusia pada umunya didasarkan
pada kepentingan diri sendiri (Self
Interest), bukan belas kasihan ataupun perikemanusiaan. Walaupun motif
kepentingan diri sendiri kurang begitu mulia, bukan berarti kita harus menolak
untuk berbisnis dengan orang lain. Hal ini hanya akan menghancurkan diri
sendiri.
B. Mekanisme Pasar Bebas
Smith
sangat mendukung motto laissez
faire-laissez passer yang sebelumnya telah dijelaskan oleh Francis Quesnay
(tokoh fisiokrat). Motto ini mengkehendaki campur tangan pemerintah seminimal
mungkin dalam perekonomian. Smith beranggapan bahwa perekonomian akan berjalan
dengan wajar tanpa campur tangan pemerintah. Nanti akan ada tangan-tangan tak
tampak (invisible hand) yang akan
membawa perekonomian kearah keseimbangan. Menurut Smith, banyaknya campur
tangan pemerintah akan membawa perekonomian pada inefisiensi dan
ketidakseimbangan.
Dalam
bukunya Smith beranggapan bahwa setiap orang mengerjakan sesuatu didasarkan
kepada kepentingan pribadi, namun hasilnya bisa selaras dengan tujuan masyarakat.
Dampak aktivitas setiap individu dalam mengejar kepentingan masing-masing
terhadap kemajuan masyarakat justru lebih baik dibandingkan dengan tiap orang
berusaha memajukan masyarakat. Ia juga tidak percaya terhadap “i’tikad baik”
dari orang-perorangan, bahkan pemerintah. Ia menganggap bahwa jalan ke neraka
dihiasi penuh dengan i’tikad baik.
Pandangan
Smith ini sontak menandai perubahan yang sangat revolusioner dalam pemikiran
ekonomi. Apabila pemikiran merkantilis meletakkan negara diatas individu-individu,
sebaliknya klasik dan fisiokrat menganggap kepentingan individu yang semestinya
diutamakan.
C. Teori Nilai (Value Theory)
Menurut
Smith, barang memiliki dua nilai. Pertama,
nilai guna (value in use); kedua, nilai tukar (value in exchange). Nilai tukar atau harga suatu barang ditentukan
oleh jumlah tenaga kerja (labour)
yang diperlukan untuk menghasilkan barang tersebut. Untuk mengukur tenaga labour yang digunakan menghasilkan suatu
barang menurut Smith bukan hanya diukur dari jam atau hari kerja saja,
dikarenakan keterampilan setiap orang itu tidak sama. Karenanya, ia menggunakan
upah yang diterima labour untuk
menghasilkan barang yang bersangkutan sebagai alat ukur. Tingkat upah
inimsekaligus menentukan perbedaan tingkat keterampilan labour.
Selain
itu, Smith juga menggunakan perbedaan tenaga kerja yang digunakan dalam
menghasilkan barang untuk mematok harga. Hal ini disebut Smith sebagai harga
alami (natural price) atau pada zaman
modern ini disebut harga keseimbangan jangka panjang.
Smith
juga menghubungkan nilai guna dan nilai tukar suatu barang. Ia mengatakan
barang yang mempunyai nilai guna tinggi terkadang tidak mempunyai nilai tukar,
sebaliknya ada barang yang memiliki nili tukar sangat tinggi tetapi tidak
begitu berfaedah bagi kehidupan. Dengan kata lain, Smith mengartikan nilai
tukar sebagai kemampuan sesuatu barang untuk memperoleh barang lain. Hal ini
berarti nilai tukar sama dengan harga barang itu sendiri. Ini menjadi kelemahan
tersendiri karena Smith tidak membedakan antara total utility, marginal
utility, dan average utility. Dalam
penjelasannya ia hanya terfokuss kepada utility
total saja. Ini membuatnya sulit dalam memahami peran permintaan dalam
menentukan harga pasar. Kelemahan Smith ini dipecahkan oleh salah seorang
muridnya, yaitu Alfred Marshall.
D. Teori Pembagian Kerja
Dalam
tulisan-tulisannya, Smith beranggapan bahwa produktivitas tenaga kerja dapat
ditingkatkan melalui pembagian kerja (division
of labour). Pembagian kerja akan mendorong spesialisasi; orang akan memilih
mengerjakan yang terbaik sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing.
Adanya spesialisasi berarti setipa orang tidak perlu menghasilkan setiap barang
yang dibutuhkan secara sendiri-sendiri. Akan tetapi, hanya menghasilkan satu
jenis barang saja. Kelebihan barang atas kebutuhan sendiri itu dipertukarkan
(diperdagangkan) di pasar.
E. Teori Akumulasi Kapital
Setiap
orang berkeinginan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Peningkatan
kesejahteraan bisa diperoleh dengan meningkatkan laba. Adapun cara yang terbaik
untuk meningkatkan laba menurut Smith adalah melakukan investasi, yaitu membeli
mesin-mesin dan peralatan yang lebih canggih. Dengan demikian produktivitas labour akan meningkat dengan demikian
produksi perusahaan juga akan meningkat. Apabila semua perusahaan melakukan hal
yang sama, output nasional dan kesejahteraan masyrakat akan meningkat pula.
Namun, Teori Akumulasi Kapital yang
dikemukakan Adam Smith ini banyak mendapat kritik dari pakar-pakar sosialis,
terutama oleh Karl Max.
F. Pengaruh Pandangan Adam Smith
Pengaruh
pandangan dan pemikiran Adam Smith sangat luas. Dapat kita katakan bahwa semua
pembahasan dalam bidang ekonomi dikaitkan dengan pandangannya. Namun yang
menjadikan dirinya termahsyur bukanlah keorisinilan pandangannya, namun
keberhasilannya menciptakan sebuah sistem ekonomi.
Aadapun
sistem ekonomi yang berhasil diciptakan oleh Adam Smith adalah sistem ekonomi
pasar atau disebut juga sistem ekonomi liberal ataupun sistem kapitalis. Namun
penghargaan terhadap sistem ekonomi ini bukan karena sistem ini pelik dan complicated, namun karena
kesederhanaannya dan sangat ampuh dalam mencapai tujuan pengalokasian
sumberdaya yang optimum; tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Sisrem
perekonomian pasar tidak membutuhkan perencanaan dan pengawasan dari pihak
manpun termasuk pemerintah. Sistem ekonomi ini percaya bahwa nantinya ada
tangan-tangan tak tampak (invisible hand)
yang akan menyeimbangkan perekonomian tersebut. Campur tangan pemerintah akan
membawa perekonomian pada inefficiency
dan ketidakseimbangan.
Doktrin
perekonomian liberal ini menandai perubahan revolusioner dalam pemikiran
ekonomi. Hal ini dikarenakan pada masa-masa sebelumnya negara jauh diatas
individu-individu. Namun, semenjak era Smith individu menjadi lebih diutamakan.
Kepentingan negara lebih dinomor duakan, bahkan lebih daripada itu. Namun orang
sering keliru menganggap hasil pemikiran dari Smith ini akan mengganggu
keharmonian sosial. Namun Smith beranggapan bahwa adanya persaingan bebas akan
menjamin masyarakat secara keseluruhan akan menerima benefit atau keuntungan.
Dalam hal ini, harmoni sosial justru timbul dari konflik individu-individu.
Hayek
dalam bukunya mengulas betapa besar pengaruh Adam Smith bagi kemajuan manusia.
Teori Smith tentang persaingan sempurna menjadi sumber munculnya teori Darwin
seabad kemudian.
Sistem
ekonomi pasar berdasarkan persaingan sempurna hasil pemikiran Smith ini
diyakini oleh para pakar sebagai organisasi masyarakat terbaik yang mungkin
dikembangkan. Sebagian besar negara yang memakai sistem perekonomian yang lebih
mengandalkan mekanisme pasar dalam mengalokasikan sumberdaya dan
mendistribusikan barang dan jasa ini kuat dalam perekonomian. Sebaliknya,
negara yang mengabaikannya tertatih-tatih dalam melaksanakan pembangunan. Semua
bukti-bukti ini menunjukkan bahwa sistem perekonomian yang dilandaskan pada
kekuatan mekanisme pasar jauh lebih unggul daripada sistem ekonomi
kemasyarakatan lainnya. Tentu saja ini tidak terlepas dari jasa seorang pemikir
ekonomi klasik Adam Smith.
G. Tokoh Ekonomi Klasik Lainnya
1. Thomas Robert Malthus (1766-1834)
Beliau
disebut-sebut sebagai pemikir klasik yang sangat berjasa dalam pengembangan pemikiran-pemikiran
ekonomi sesudah Adam Smith. Diantara karya-karyanya, buku Essay on the Principle of Population as it Affects the Future
Imrovement of Society (1798) adalah yang dikenal paling luas. Dalam buku
ini sangat terlihat bahwa beliau salah seorang pengikut Adam Smith. Walaupun
demikian, tidak semua pemikirannya sejalan dengan Adam Smith.
Hal
tersebut terbukti dimana Adam Smith optimis bahwa kesejahteraan umat manusia
akan selalu meningkat sebagai dampak positif dari pembagian kerja dan
spesialisasi. Namun sebaliknya, Malthus pesimis tentang masa depan manusia.
Salah satu sumber pesimisme Malthus adalah kenyataan bahwa tanah sebagai salah
satu faktor produksi utama jumlahnya tetap (waktu itu belum ada misi
penerbangan ke bulan atau planet-planet lain). Ia menggambarkan perkembangan
manusia seperti deret geometri,
sedangkan pertumbuhan produksi makanan hanya meningkat sesuai dengan deret aritmetika. Atas dasar tersebut,
Malthus meramalkan bahwa suatu ketika akan terjadi malapetaka (disaster) yang menimpa umat manusia.
Namun anehnya manusia cenderung menyalahkan lingkungan, tidak pernah menyalahkan
diri sendiri. Malthus beranggapan, satu-satunya cara menghindar dari malapetaka
tersebut adalah dengan kontrol atau pengawasan atas pertumbuhan penduduk atau
Keluarga Berencana (KB) menurut istilah saat ini. Adapun beberapa hal yang ia
tawarkan ialah menunda usia perkawinan dan mengurangi jumlah anak. Hal ini
Malthus katakan sebagai pembatasan moral. Apabila tidak dilakukan, maka masalah
ini akan diselesaikan dengan cara alamiah, yaitu timbulnya perang, epidemi,
kekurangan pangan, dan sebagainya.
Namun
ramalan Malthus ini dinilai berlebihan. Namun, walaupun begitu hal ini perlu di
waspadai juga.
Karya
Malthus yang lainnya adalah bersama dengan Ricardo mereka membantah Teori Say
yang mengatakan bahwa penawaran akan selalu menciptakan penawarannya sendiri,
dan karenanya dalam perekonomian tidak akan pernah terjadi kelebihan produksi.
Namun hal ini tidak mendapat tanggapan yang signifikan pada zamannya. Namun
setelah dikembangkan J. M. Keynes satu abad kemudian, pandangan ini mulai
diterima oleh orang-orang.
2. David Ricardo (1722-1823)
Walupun
tidak memiliki latas belakang pendidikan ekonomi yang cukup, pengalamannya
bergelut pada pasar modal semenjak umur 14 tahun membuatnya paham mengenai
dunia ekonomi. James Mill, ayah dari Jhon Stuart Mill yang memberikan dorongan
kepadanya untuk menulis tentang masalah-masalah ekonomi. Di usia 42 tuhan, ia
mulai menulis karya-karyanya di bidang ekonomi.
Ricardo
sependapat dengan Smith yang mengatakan bahwa labour memegang peren penting dalam perekonomian yang kemudian ia kembangkan
menjadi teori harga-harga relatif (theory
of relative prices) berdasarka biaya produksi, yaitu biaya labour unsur utama, disamping biaya
kapital. Kapital menjadi perhatian Ricardo dimana ia berpendapat bahwa kapital
tidak hanya mampu meningkatkan produktivitas labour, tetapi juga berperan dalam mempercepat proses produksi.
Perbedaan Smith dan Ricardo dalam hal ini adalah dalam penekanan. Smith menekankan
masalah kemakmuran bangsa dan pertumbuhan, sedangkan Ricardo lebih
memperhatikan masalah pemerataan pendapatan di antara berbagai golongan dalam
masyarakat.
Dalam
buku The Principles of Political Economy
and Taxation (1817), Ricardo mengungkapkan beberapa teori seperti teori
sewa tanah (land rent), teori nilai
kerja (labour theory of value), teori
upah alami (natural wages), teori
uang, dan yang paling terkenal adalah teori keuntungan komparatif (comparative advantage) dari perdagangan
internasional.
Dalam
teori tentang sewa tanah, Malthus beranggapan bahwa semakin kecil tingka
kesuburan tanah semakin besar biaya marjinal dan biaya rata-rata untuk mengolah
tanah tersebut, begitu pula sebaliknya. Dari pernyataan ini terlihat jelas
bahwa sewa tenah yang lebih subur lebih tinggi dibandingkan tanah yang memiliki
tingkat kesuburan rendah.
Yang
menjadi pembeda dengan kaum fisiokrat dan Adam Smith, dalam teori tanah ini
Ricardo bernggapan yang menetukan tingginya tingkat sewa adalah tanah marjinal
(marginal land), yaitu tanah yang
tidak subur yang terakhir sekali masuk pasar. Sementara kaum fisiokrat dan Adam
Smith beranggapan bahwa tingkat sewa ditentukan oleh tingkat kesuburan tanah.
Dalam
menentukan tingkat sewa tanah, Ricardo menggunakan analisis yang sama sekali
baru dala pembahasan ekonomi, yaitu pendekatan analisis marjinal (marginal analysis) dimana sangat penting
dalam pengembangan teori-teori ekonomi setelah dikembangkan oleh pakar
neo-klasik.
Lebih
lanjut, Ricardo menjelaskan bahwa nilai tukar suatu barang ditentukan oleh
ongkos yang perlu dikeluarkan untuk menghasilkan barang tersebut. Ongkos
tersebut berupa biaya mentah dan upah buruh yang besarnya hanya cukup untuk
dapat bertahan hidup bagi buruh yang bersangkutan (natural wages). Apabila harga yang ditetapkan lebih besar dari
biaya-biaya, maka akan terjadi keuntungan ekonomi sehingga menarik
perusahaan-perusahaan lain untuk masuk pasar dan pada akhirnya terjadi
kelebihan penawaran yang membawa harga kembali kepada keseimbangan semula.
Menurut Ricardo, tingkat upah alami lebih mempengaruhi harga karena anggapannya
biaya-biaya bahan mentah realatif konstan.
Teori
Ricardo yang paling terkenal dan sering dianggap sebagai andalan utam sistem
perdagangan bebas adalah teori keuntungan berbanding (Comparative Advantage). Ricardo beranggapan bahwa setiap kelompok
masyarakat atau negara sebaiknya mengkhususkan diri menghasilkan produk-produk
yang dihasilkan lebih efisien. Kelebihan produksi atau kebutuhan dapat
diperdagangkan.
3. Jean Baptiste Say (1767-1832)
J.B
Say juga berasal fari kalangan pengusaha, bukan dari kalangan akademis. Ia
sangat berjasa dalam menyusun dan melakukan modifikasi terhadap
pemikiran-pemikiran Adam Smith secara sitematis. Hal ini amat membantu dalam
memahami isi buku The Wealth of Nations,
yang bahasanya relatif sulit dicerna.
Adapun
kontibusi Say yang paling besar dalam klasik adalah pandangannya yang
mengatakan bahwa penawaran akan menciptakan permintaannya sendiri (supply creates its own demands). Hal ini
disebut juga dengan Hukum Say (Say’s Law).
Hukum Say ini di dasari asumsi bahwa nilai produksi selalu sama dengan
pendapatan.
Pendapat
Say diatas menjadi pedoman dasar dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi
selama kurun waktu seratus tahun. Namun pada tahun 1930, kebijaksanaan-kebijaksanaan
ini dikritik sangat keras sebagai pangkal tolak terjadinya depresi
besar-besarana pada mas itu.
Selain
itu, Say juga dapat dikatakan sebagai orang pertama yang berbicara tentang entrepreneur. Ia juga memklasifikasikan
faktor produksi atas tiga bagian, yaitu tanah, labour, dan kapital.
4. John Stuart Mill (1806-1873)
Para
pakar ekonomi sepakat ajaran klasik mencapai puncaknya di tangan J. S. Mill. Ia
banyak mendapatkan pelajaran tentang ilmu ekonomi langsung dari ayahnya, James
Mill. Karyanya yang terakhir, Principles
of Political Economy diyakini sebagai versi modern dari The Wealth of Nations karangan Smith.
Dalam bukunya ini telah mencakup semua pandangan tokoh klasik seperti Adam
Smith, Thomas Robert Malthus, David Ricardo, dan Jean Baptiste Say. Ia
beranggapan bahwa tidak ada teori yang orisinil dari pemikirannya sendiri.
Namun hal ini terlihat sediki merendah karena konsep return to scale adalah orisinil dari Mill. Ia juga termasuk orang
yang pertama mengemukakan ide tentang konsep elastisitas permintaan yang lebih
lanjut dikembangkan oleh Marshall.
Dalam
Principles of Political Economy
pandangan-pandangan klasik disempurnakan dan diberi sentuhan yang lebih
manusiawi. Di tangan Mill, individualisme tidak tampil kasar dan kaku. Sesama
tokoh klasik, ia menentang pihak-pihak yang mengatakan laissea faire sebagai “ilmu yang menyedihkan dan muram” dan juga
yang mengatakan teori upah Ricardo sebagai “teori upah besi”.
J.
S. Mill juga tidak terlalu kaku dengan campur tangan pemerintah. Apabila
tokoh-tokoh klasik sebelumnya menganggap tabu campur tangan pemerintah, Mill
sedikit melonggarkan. Mill mempersilahkan pemerintah membuat
kebijaksanaan-kebijaksanaan dan peraturan-peraturan yang dapat membawa
perekonomian kearah efisiensi dan keseimbangan.
J.
S, Smill di dalam buku-buku ajar ekonomi selalu dimasukkan dalam aliran klasik
walaupun diakhir hayatnya ia menyebutkan dirinya sebagai “sosialis”.
No comments:
Post a Comment